TEKNIK EVALUASI AKTIVITAS ANTIDIARE
Diare adalah suatu keadaan yang ditandai pengeluaran feses cair atau seperti bubur berulang kali (lebih dari tiga kali sehari). Pada penyakit usus halus atau usus besar bagian atas akan dihasilkan feses dalam jumlah banyak dan mengandung air dalam jumlah besar, penyakit pada kolon bagian distal menyebabkan diare dalam jumlah sedikit (Mutcshler,1991, Wattimena, 1989).
Diare yang berkepanjangan sangat melemahkan penderitanya karena tubuhnya kehilangan banyak energi, cairan dan elektrolit tubuh, sehingga memerlukan terapi pengganti dengan cairan dan elektrolit serta kalori, obat antibakteri atau antiamuba tergantung penyebab diare maupun obat-obat lain yang bekerja memperlambat peristaltik usus, menghilangkan spasme dan nyeri, menenangkan (Goodman, 1991, Katzung,1989).
Penggunaan oleum ricini untuk penginduksi diare pada hewan percobaan dalam penelitian ini adalah karena oleum ricini mengandung trigliserida dari asam ricinoleat yang dihidrolisis dalam usus oleh enzim lipase pankreas menjadi gliserin dan asam ricinoleat sebagai surfaktan anionik, zat ini bekerja mengurangi absorbsi netto cairan dan elektrolit serta menstimulasi peristalsis usus. Kerja tersebut merupakan khasiatnya sebagai laksansia (Goodman, 1991, Wattimena, 1989).
1. Alat, Bahan dan Hewan percobaan
Alat-alat : pisau, gelas ukur, jarum oral, mistar, mortir dan stamper, timbangan hewan, timbangan elektrik, seperangkat alat bedah hewan dan meja bedah hewan.
Bahan-bahan : Sampel uji, norit, Na CMC, oleum ricini, loperamid HCl dan air suling.
Hewan percobaan : mencit putih jantan yang sehat dengan berat 20 – 25 gram. Hewan yang memenuhi syarat untuk percobaan ini adalah naif, selama waktu aklimatisasi berat badan naik atau menurun tidak lebih dari 10 % serta menunjukkan tingkah laku normal.
Hewan terseleksi dikelompokkan secara acak sesuai jumlah variasi dosis yang akan diberikan, setiap kelompoknya terdiri dari 3 ekor untuk penelitian pendahuluan (orientasi penentuan dosis) dan 5 ekor untuk penelitian yang sebenarnya.
Makanan hewan diberikan makanan khusus yang dapat dibeli di tempat penjualan makanan hewan.
2. Prosedur Penelitian
a. Persiapan dosis,
Untuk menentukan dosis yang akan diberikan kepada setiap kelompok hewan percobaan, terlebih dahulu dilakukan orientasi untuk melihat adanya efek dengan rentang dosis yang cukup besar. Kemudian untuk dosis yang memberikan efek pada percobaan pendahuluan di atas dilakukan pemberian dosis dengan rentang yang lebih kecil secara kelipatan dua, baik untuk dosis menaik maupun dosis menurun. Setiap mencit mendapatkan volume yang sama yaitu 1% BB (1 ml/100g BB) dengan dosis yang sesuai.
b. Pengujian Aktivitas Antidiare
Penentuan lama waktu lintas marker suspensi norit
Suspensi marker norit dibuat dengan mensuspensikan 5% norit dalam 20% Gom. Suspensi marker norit diberikan dengan volume 1% BB secara oral kepada tiga kelompok hewan percobaan. Kemudian hewan dikorbankan tiap kelompok dengan rentang waktu tertentu, yaitu 10, 20 dan 30 menit. Keluarkan isi usus dan paparkan di meja operasi dengan tanpa peregangan. Diukur persentase usus yang dilewati marker norit dalam waktu tertentu. Waktu yang dipakai untuk percobaan yang sebenarnya adalah waktu disaat mana lintas intestinal mencapai besar dari 50% kecil dari 100%. Misalnya diperoleh waktunya 20 menit.
Penentuan rentang dosis
Kepada empat kelompok mencit yang sudah dipuasakan selama 16-18 jam sebelumnya diberikan secara oral 1 ml/100g BB masing-masing untuk kelompok kontrol hanya diberikan vehiculum (suspensi Na CMC), kelompok uji diberikan sediaan uji untuk 3 tingkat dosis yaitu 25 mg/Kg BB, 200 mg/Kg BB dan 800 mg/Kg BB.,
Setelah 45 menit kemudian kepada semua hewan diberikan peroral (1 ml/100g BB) suspensi 5 % norit dalam 20 % gom sebagai marker. Kemudian 20 menit berikutnya semua hewan dikorbankan secara dislokasi tulang leher. Dilakukan pembedahan pada bahagian perut, dan bahagian usus dikeluarkan, lalu diujur jarak yang ditempuh marker norit dengan panjang usus seluruhnya.
Misalnya dari percobaan pendahuluan terlihat adanya efek hambatan chimus dengan pemberian ekstrak dosis oral 200 mg/Kg BB, maka untuk percobaan yang sebenarnya dibuat rentang dosis berkelipatan dua menaik dan menurun (Malon, 1977). Dosis ekstrak yang diberikan tersebut untuk setiap kelompok adalah : suspensi Na CMC (kelompok kontrol), kelompok uji diberikan sediaan uji dengan 4 tingkat dosis (50, 100, 200 dan 400) mg/Kg, sedangkan kelompok pembanding diberikan loperamid HCl 5 mg/kg BB.
Setelah 45 menit kemudian kepada semua hewan diberikan peroral (1 ml/100g BB) suspensi 5 % norit dalam 20 % gom sebagai marker. Kemudian 20 menit berikutnya semua hewan dikorbankan secara dislokasi tulang leher, keluarkan ususnya secara hati-hati tanpa menegangkannya, lalu diukur panjang usus yang dilalui marker norit mulai dari pilorus sampai ke ujung akhir usus yang berwarna hitam. Diukur juga panjang usus seluruhnya dari masing masing hewan mulai dari pilorus sampai rektum. Dievaluasi perbedaan antar kelompok hewan dari rata-rata perbandingan jarak yang ditempuh marker norit dengan panjang usus seluruhnya.
Pengamatan Pola Defekasi, (Metode Proteksi Terhadap Diare Oleh Oleum Ricini).
Kepada tiap kelompok mencit yang sudah dipuasakan 16-18 jam sebelumnya diberikan peroral 1 ml/100g BB masing-masing untuk kelompok kontrol hanya diberikan vehiculum, kelompok uji diberikan sediaan uji untuk 4 tingkat dosis dan kelompok pembanding diberikan Loperamid HCl 5 mg/kg BB. Satu jam berikutnya kepada semua hewan diberikan peroral 0,5 ml/20g BB oleum ricini. Kemudian diamati respon dari tiap hewan dengan selang 30 menit selama 4 jam. Parameter yang diamati berupa jumlah/berat feses, frekuensi/kekerapan diare dan konsistensi feses.
3. Pengolahan Data
Untuk melihat pengaruh pemberian sampel uji terhadap proteksi diare, dilakukan analisa data secara Anova dan untuk melihat tingkat dosis yang memberikan efek serta kekuatannya terhadap obat pembanding dilanjutkan dengan uji Ttest (Schepler, 1987).
4. Catatan
Prosedur di atas juga dapat dilakukan untuk pengujian aktivitas sampel uji yang bekerja laksansia. Waktu yang dipakai untuk percobaan aktivitas laksansia adalah waktu disaat mana lintas intestinal mencapai besar dari 10% kecil dari 50%.