Metronidazole
Indikasi | Infeksi anaerobik (termasuk gigi) , infeksi protozoa, eradikasi Helicobacter pylori; infeksi kulit. |
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian | Infeksi anaerobik (pengobatan biasanya selama 7 hari dan 10 hari untuk penggunaan antibiotika pada pengobatan kolitis), peroral dengan dosis awal 800 mg kemudian 400 mg setiap 8 jam atau 500 mg setiap 8 jam; anak-anak 7,5 mg/kg setiap 8 jam; kemudian pemberian dilanjutkan tiap 12 jam, anak-anak setiap 8 jam selama 3 hari, kemudian pemberian dilanjutkan tiap 12 jam, umur hingga 1 tahun 125 mg, 1 – 5 tahun 250 mg, 5 – 10 tahun 500 mg, lebih dari 10 tahun dosis dewasa; selama 3 hari, pemberian secara infus intravena lebih dari 20 menit, 500 mg setiap 8 jam; anak-anak 7,5 mg/kg setiap 8 jam. |
Farmakologi | Absorbsi : Oral : diabsorbsi dengan baik; topikal : konsentrasi yang dicapai secara sistemik setelah penggunaan 1 g secara topikal 10 kali lebih kecil dari pada penggunaan dengan 250 mg peroral. Distribusi : ke saliva, empedu, cairan mani, air susu, tulang, hati dan abses hati , paru-paru dan sekresi vagina; menembus plasenta dan sawar darah otak (blood- brain barrier) Ikatan protein : < 20% Metabolisme : Hepatik (30%-60%) T½ eliminasi : neonatus : 25-75 jam ; yang lain : 6-8 jam, terjadi perpanjangan pada kerusakan hepar; gagal ginjal terminal : 21 jam Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: segera : 1-2 jam Ekskresi : urin (20% hingga 40% dalam bentuk obat yang tidak berubah): feses (6% hingga 15%) |
Kontraindikasi | Hipersensitivitas terhadap metronidazol, turunan nitroimidazol, atau komponen yang ada dalam sediaan, kehamilan (trimester pertama – didapatkan efek karsinogenik pada tikus) |
Efek Samping | Mual, muntah, gangguan pengecapan, lidah kasar dan gangguan saluran pencernaan; rash ;mengantuk (jarang terjadi), sakit kepala, pusing , ataksia, urin berwarna gelap, erytema multiform, pruritus, urtikaria, angioedema dan anafilaksis; juga dilaporkan abnormalitas tes fungsi hati, hepatitis, jaundice, trombositopenia, anemia aplastic, myalgia, athralgia; pada pengobatan intensif dan jangka panjang dapat terjadi peripheral neuropathy, transient epilepsi-form seizure dan leukopenia. |
Mekanisme Aksi | Setelah berdifusi kedalam organisma, berinteraksi dengan DNA menyebabkan hilangnya struktur helix DNA dan kerusakan untaian DNA. Hal ini lebih jauh menyebabkan hambatan pada syntesa protein dan kematian sel organisma. |